Rokok, bagi sebagian penduduk dunia seolah sudah menjadi kebutuhan primer. Dengan mudahnya kita akan temukan fenomena betapa seolah dunia di sekitar kita adalah dunia dengan kepulan asap rokok di sekelilingnya. Alih – alih sebagai simbol pergaulan sebagaimana diklaim oleh kebanyakan para perokok, justru para perokok pun sering kali muncul sebagai figur yang acuh dan abai dengan lingkungan sekelililngnya. Tak peduli dimanapun tempatnya, bahkan di ruangan AC, fasilitas umum atau ruangan yang seharusnya merokok adalah tindakan terlarang masih saja banyak asap rokok yang bergelung dan abu yang bertebaran.
Tembakau yang biasanya dimanfaatkan untuk pembuatan rokok berasal dari tanaman Nicotiana tabacum L. Tembakau dikenal berasal dari Amerika Utara dan Selatan. Pada perkembangannya tembakau dikenal sebagai obat penenang dan digunakan oleh masyarakat dunia dengan dikunyah atau dihisap dalam bentuk cerutu. Rokok, atau lintingan. Merokok kemudian menjadi sebuah trend social. Sebagian orang menganggap merokok sebagai sebuah fenomena sosial yang menunjukkan masyarakat yang sakit.
Tercatat konsumsi rokok paling besar adalah di Negera dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Ironis bukan ? Di Indonesia sendiri menurut WHO sekitar 150 juta penduduknya adalah perokok aktif dengan konsumsi rokok total hingga 220 Miliar batang per tahun. Bahkan di tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ketiga konsumsi rokok di Asia setelah Cina dan India.
Lebih menyedihkan lagi, ternyata para perokok anak-anak cukup banyak. Dari data yang dilansir Komisi Nasional Perlindungan Anak, saat ini 45 % perokok aktif adalah anak-anak dan trennya terus meningkat. Belum lama ini kita juga dikejutkan dengan munculnya pemberitaan beberapa anak-anak yang bahkan belum masuk Sekolah Dasar (SD) tetapi sudah menjadi perokok berat. Mampu menghabiskan 1 hingga 2 bungkus perhari. Sungguh sangat miris kita dibuatnya. Bisa jadi, fenomena yang sudah terungkap ke permukaan ini pun hanyalah sebuah puncak dari fenomena gunung es.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Melalui sidang umum kesehatan dunia yang diselenggarakan oleh WHO pada tanggal 07 April 1987 telah ditetapkan setiap tanggal 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Sebuah resolusi yang dilahirkan menyikapi dahsyatnya bahaya konsumsi tembakau. Harapannya, dari resolusi tersebut bisa menekan angka konsumsi rokok dunia. Dalam tataran pemerintah, biasanya tanggal 31 Mei diperingati dengan menerapkan kebijakan satu hari tanpa asap rokok, seminar dan diskusi tentang bahaya rokok atau tembakau dan beragam kegiatan lainnya.
Rasanya sudah sangat banyak sosialiasi dan penjelasan tentang bahaya rokok. Bahkan dalam setiap iklan rokok atau di setiap bungkus rokok pun akan dengan mudah terbaca peringatan bahaya merokok. Bagi perokok aktif ataupun bagi perokok pasif. Dari berbagai penelitian, asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, 60 di antaranya dikenal sebagai zat karsinogen (pemicu kanker). Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa mengubah kebiasaan merokok dengan rokok rendah tar justru kemungkinan akan meningkatkan bukan mengurangi resiko dari merokok. Lalu untuk apa menghabiskan uang untuk sesuatu yang membahayakan hidup kita dan orang lain ?
Menilik berbagai resiko bahaya bagi para perokok aktif maupun pasif, rasanya wajar bila Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan beberapa organisasi Islam lainnya sampai mengeluarkan fatwa haram merokok. Tentu saja dengan berpijak pada alasan dan hujjah yang kuat. Salah satunya adalah larangan untuk menyakiti dan mendzalimi diri sendiri dan orang lain. Walaupun fatwa tersebut tidak mengikat kuat dan lebih menyerupai himbauan, kehadiran fatwa tersebut patut mendapatkan respon positif dari seluruh elemen bangsa yang peduli akan kesehatan dan khawatir terhadap bahaya rokok yang super dahsyat.
Adapun ketakutan bahwa larangan merokok akan menyebabkan permasalahan pada sektor ketanagakerjaan dan pendapatan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya perlu ditelaah lebih lanjut. Menurut temuan World Lung Foundation American Cancer Society terbaru, pemakaian tembaku menelan biaya global sebanyak 500 Miliar dolar AS pertahun dalam bentuk biaya medis langsung, kehilangan produktifitas dan kerusakan lingkungan hidup.
Penanaman tembakau sebagai bahan utama rokok di seluruh dunia, mengambil potensi lahan produksi pertanian seluas hamper empat juta hektar. Bayangkan bila lahan seluas itu digunakan untuk penanaman perkebunan buah-buahan produktif atau aneka kebutuhan pangan dasar manusia lainnya. Di Indonesia, cukai rokok secara nasional pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 44 Triliun. Sangat tidak sebanding dengan anggaran kesehatan untuk mengobati masyarakat yang sakit karena rokok yang mencapai Rp. 125 Triliun.
Sebagai makhluk Tuhan, sudah sepatutnya bila kita selalu mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita. Tidak berusaha untuk mengingkari nikmat tersebut dengan merusak segala keteraturan yang ada. Mencemari segarnya udara dengan asap yang mengepul dari ujung rokok, merusak kesehatan kita dengan memasukkan lebih dari 4000 bahan kimia kedalam tubuh kita. Alangkah indahnya bila hidup tanpa asap rokok. Tidak hanya satu hari saja. Tapi sepanjang hari yang kita jalani dalam umur hidup kita.